KAJIAN KITAB SUFISTIK AL-INSAN AL-KAMIL
Saya mencoba simpulkan dari kajian mingguan “Seminar Studi Naskah Kitab-kitab Filsafat dan Tasawuf Dunia” yang diadakan di kampus PMIAI UPM-ICAS Jakarta / STFI Sadra Jakarta setiap hari jumat jam 14.00-16.00. Dan pada kesempatan ini hadir sebagai pembicara Prof. Dr. Yunarsil Ali, MA (Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Al-Insan Al-Kamil fi Ma’rifah Al-Awakhir wa Al-Awaa’il.
Karya ini terdiri atas dua bagian dan diterbitkan dalam satu jilid. Di dalamnya terkandung 63 bab, juz pertama mengandung 41 bab dan juz kedua mengandung 22 bab. Karya ini ditulis oleh Abd Al-Karim Al-Jilli (nama lengkapnya abd al-karin ibn khalifah ibn akhmad ibn mahmud al-jilli;. Ia mendapat gelar kehormatan “asyaykh” dan “quthb al-din” (poros agama) suatu gelar tertinggi dalam hirarki sufi. Di dalam mukadimah kitab ini ada motivasi al-jilli untuk menulisnya. Beliau menulis kitab ini dimaksudkan, sebagai panduan dalam mengenal tuhan dengan tajalinya, untuk menuntun para pesuluk dalam pengembaraannya menuju tuhan. Dan agar tasawuf tidak keluar dari koridor Al-quran dan Sunnah. Lebih dari itu diharapkan karya ini dapat dijadikan oleh para pencari tuhan (saalikiin) sebagai teman petunjuk jalan dalam perjalanan menuju tuhan sebagai Ar-rafiq Al-a’laa (teman yang maha tinggi). Dalam perjalanan pengembaraannya al-jilli sempat menulis karya lain antara lain, al-kahf wa al-raqiim fi syarh bi ism allah al-rahman al-rahim dan al-quthb al-‘ajaa’ib. Hal ini tersirat dalam Al-insan Al-kamil, ketika la-jili meminta agar pembaca merujuk kepada masing-masing dua kitab tersebut (lihat al-jilli , al-insan al-kamil, j. 1, 17, 37, 48).
Sumber Tokoh yang Mempengaruhi
Al-jili hidup dalam suasana ilmiah yang sedang berkembang di Yaman ketika berada dalam kepemimpinan Bani Rasul. Ada banyak perguruan dan para ulama yang tulus mencurahkan ilmu mereka kepada para penuntut ilmu. Keadaan demikianlah yang dialami oleh al-jilli dimasa pertumbuhannya. Guru-guru yang telah berjasa dalam pengasuhannya, antara lain: (1) al-faqiih al-arif jamaal al-din mihammad ibn asmaa’il al-mukaddasy (w.789 H). (2) al-syaykh al-‘arif abu bakar muhammad al-makkak, (3) abu al-ghayts ibn jamiil (w.651 H) yang ucapannya dan isyarat-isyaratnya mirip dengan syaykh abd qadir al-jailani, (4) syekh isma’il ibn ibrahim al-jabarti, (5) khawaja bahaa’ al-din muhammad ibn syah al-naqsabandi (717-828 H), pendiri tarekat Naqsabandiyyah, dll. Kitab al-jilli banyak di pengaruhi oleh konsep yang di terapkan oleh ibn arabi (al-futuhat al-makkiyyah) akan tetapi al-jili pun banyak memberikan komentar atas karya itu.
Tidak hanya itu, lebih jauh al-jilli juga mempelajari peninggalan-peniggalan sufistik terdahulu, sepetri sahal al-tustari (w. 283 H), Al-junaidi al-bagdadi (w.279 H), abu yazid al-bustami, abd qadir al-jailani (w.561 H), al-hallaj dan masih banyak lagi para sufistik terdahulu yang sempat beliau pelajari sebagai panduan untuk menyelam dalam dunia sufistik.
Karakteristik
Membaca judul Al-insan Al-kamil pastilah yang terbayang dalam pikiran kita adalah pembahasan tentang manusia paripurna dengan segala seluk beluknya. Tetapi ketika membuka lembaran-lembaran karya ini yang kita temukan bukanlah apa yang kita bayangkan itu, yang mendominasi pembicara justru masalah ketuhanan. Dari sekian bab hanya satu bab yang membahas tentang konsep insan kamil (manusia paripurna). Sehingga jika kita membaca dan mengkaji dengan kecamata awam maka kita tidak mendapatkan kolerasi antara judul dan pembahasannya. Judul buku akan kelihat kolerasi jika yang membacanya sudah mendalami dan mengenal betul tentang tasawuf.
Kaum sufi membagi peringkat sufi menjadi tiga peringkat: (1). Peringkat mubtadi’ (pemula). Pada tingkat ini pesuluk (para pencari tuhan) di usahakan mengkaji kitab dasar-dasar tasawuf’ antara lain kitab bidayat al-hidayah (karya imam al-ghozali) dan kitab yang selevel dengannya. (2) muthawassit (menengah). Pada tingkatan ini di anjurkan mengkaji kitab al-hikam (karya ibn ‘atha’i allah al-sakandari), (3) muntahii (pemuncak) pada tingkatan ini baru mengkaji kitab al-insan al-kamil (karya al-jilli), al-futuhat al-makkiyyah (karya ibn arabi) dan kitab yanga selevel dengannya.
Semua konsep ketuhanan pada karya ini sejatinya terkait dengan kemunculan Insan Kamil (manusia sempurna). Karena insan kamil, pada satu sisi adalah puncak paling sempurna dari proses ciptaan tuhan, maka kemunculannya tidak terlepas dari lingkup ketuhanan. Puncaknya, ketika Dia muncul sebagai mikrikosmos yang menjadi miniatur alam semesta. Pada sisi lain, Dia adalah puncak capaian perjalanan manusia menuju tuhan, sehingga Dia mampu memanifestasikan sifat dan asma tuhan secara paripurna, karena itu ia pun tak lepas dari ikatan ketuhanan.
Keunikan lain dari kitab ini adalah pada aspek kebahasaan yang digunakan sang penulis dalam menuangkan kandungan pikiran, perasaan, dan pengalamannya. Al-jilli mengatakan, dan disisi lain karya ini juga terdapat cukup banyak bahasa dan istilah yang pelik sehingga dengan adanya kepelikan itu membuat orang yang mengkajinya merasa tertarik dan tertantang untuk mengkajinya. Dan untuk memperindah kalam, al-jilli sering pula menggunakan puisi-puisinya sendiri menyelingi uraian-uraiannya. Tentu saja selingan puisi seperti ini sudah dilakukan oleh para sufi sebelumnya, seperti al-ghazali, ibn arabi, dan lain-lain.
Penyebarannya
Sebagaimana sudah diketahui al-jilli adalah seorang sufi yang telah menghabiskan sebagian usianya dalam melakukan perjalanan kewilayah dunia islam bagian timur dan barat. Sehingga dengan begitu karyanya sampai kenegara-negara yang mayoritas islam. Dan sampai saat ini karya ini masih banyak ditemukan di perpustakaan-perpustakaan dunia. Dan banyak para sufu lain yang mensyarahkannya seperti, (1) muudhihaat al-hal fi ba’dh masmuu’at al-dajjal, oleh ahmad bin muhammad al-madani (w.1071-1660). Syarah ini belum dicetak dan tersimpan di library of india office, no catalog 667. (2) kasyf al-bayan ‘an-asraar al-adyaab fi kitab al-insan al-kamil wa kamil al-insan oleh abd ghani al-naabulsi (w.1143H). (3) syarh oleh ali zaadah abd al-baaqii (w.1157H). (4) syarh oleh syekh ali ibn hijazi al-bayuumi (w.1183H).
Pengaruhya
Al-insan Al-kamil meninggalkan pengaruh yang paling signifikan dalam dunia sufisme. Setelah kemunculan buku ini istilah “insan kamil” semakin akrab di dunia sufi, dan bahkan dikalangan terpelajar pada umumnya. Pengembangan lebih luas terlihat pada amir abd qadir al-jazaa’ir dalam karyanya al-mawaaqif al-ruuhiyyah wa al-fuyuudhat al-subbuhiyyah, terdiri atas dua jilid tebal. Karya ini merupakan karya kesufian yang cukup luas dalam mengembangkan ajaran Wahdat Al-wujud.
Di Indonesia, baik secara langsung dari karya al-jilli ini maupun dari karya al-burhaanpuuri, al-tuhfat al-mursalah, para sufi awal di nusantara telah mengembangkan ajaran insan al-kamil secara luas, seperti yang dilakukan oleh hamzah fansuri (abad XVII), syams al-din al-sumathraanii (w.1040-1630), nur al-din al-raaniirii (w. 1064-1668), abd ar-ra’uf al-sinkiili (w. 1105-1693), muhammad yusuf al-makasari (w.1111-1699), abd as-shomad al-palembani, muhammad nafis al-banjari, syekh abd muhyi (w.1151-1730), pengaruh demikian terlihat pula pada tulisan-tulisan sufi jawa, seperti raden ngabehi ronggowarsito (w.1873), mangkunegara IV (w.1881) dan lain-lain
Posisi
Dalam sejarah tasawuf kajian manusia paripurna mengacu pada isarat ayat (QS.Al-Kahf 65-68) tentang “hamba yang shaleh,”. Identifikasi demikian menjadi cikal bakal berkembangnya konsep tentang manusia paripurna pada awal abad ke tiga Hijriyah yang di munculkan oleh Abu Yazid al-bustami, yang di sebet dala istilah al-wali al-kamil (wali yang sempurna), yaitu orang shaleh yang telah mencapai makrifat yang sempurna tentang tuhan dan telah fana dalam sifat-sifat ketuhanan.
Konsep paripurna yang lebih unik ditampilkan oleh al-hallaj dengan ajarnya tentang al-haqiiqah al-muhammadiyyah (hakikat muhammad atau popular dengan Nur Muhammad). Dalam ajaran ini manusia paripurna adalah manusia yang paling cemerlang dan sempurna, karena pada dirinya nur muhammad menitis, sehingga dengan demikian ia mengetahui rahasia-rahasia yang gaib dan sekaligus yang paling dekat dengan tuhan. Al-hakim al-tirmizi melabeli manusia ideal demikian dengan sebutan khatm al-awliyaa’.
Konsep lain yang muncul sekitar manusia paripurna ini adalah dari Suhrawardi al-maqtul (w.587/1190).yang menampilkan manusia idealnya dengan sebutan al-hakim al-muta’allih (orang bijak yang berketuhanan. Menurutnya, ada tiga klasifikasi manusia sempurna, (1) orang yang mendalami kajian filosof, tetapi tidak mendalami masalah keruhanian , aristoteles, al-farabi, ibn sina dll. (2) orang yang mendalami keruhanian, tetapi tidak mendalami filosof, seperti al-bustami, al-hallaj dll. (3)orang yang mendalami keduanya, dialah al-hakim al-muta’alih yang menjadi pemimpin segenap alam. Dan masih banyak lagi konsep-konsep yang menjelaskan manusia paripurna yang digagas oleh para filsuf muslim dan sufi.
Ajaran Senteral
Pemahaman ajaran senteral dalam kitab ini tidak serta merta dapat kita tangkap tanpa memahami ajaran dasar tasawuf. Pada dasarnya kajian tasawuf mengajarkan pendekatan diri (ruhani) kepada tuhan. Ini didasarkan postulat bahwa “allah itu maha suci, Dia dapat di dekati oleh orang-orang yang suci pula”.
Pada kajian inilah yang menjadi inti kajian tashawwuf falasafi (tasawuf filosofis) . proses panjang yang bersifat Ilahiah itulah yang menjadi ajaran sentral kitab al-insan al-kamil. Kitab ini dimulai dari kajian tentang tuhan sebagai dzat yang transendent. Kemudian Dia ingin melihat dirinya di luar dirinya, maka untuk merealisasikan iradahnya itu ia menampakkan dirinya melalui alam semesta. Proses penampakan diri inilah yang disebut dengan proses tanazzul atau populer dikalangan tasawuf dengan sebutan tajalli. Kajian inilah yang mendominasi 90% kitab ini. Disamping itu sedikit dibicarakan pula tentang proses taraqqi. Melalui perjalanan ruhani menuju tuhan melalui penelusuran kembali proses tanazzul ilahiah melalui taraqqi hamba dalam taqarrubnya kepada allah.
Selamat mengkaji kitab AL-INSAN AL-KAMIL lebih mendalam lagi. Saya harap pembaca setelah membaca ringkasan yang saya tulis yang tentunya masih banyak kekurangan, pembaca dapat mengkaji kitab itu secara langsung. Sehingga dapat menyimpulkannya apa yang terkandung di dalamnya dan mampu mengetahui hal yang tersembunyi.
0 Response to "KITAB AL-INSAN AL-KAMIL"
Post a Comment