Bagi orang Indonesia umumnya dan Palembang khususnya pasti tau dengan seorang Kiyai lagi salah satu dari Waliyyulah yang bermagom ( berkedudukan ) Quthb, ialah yang bernama KH. Bahri bin Pandak seorang Ulama’ yang sangat tawadhu’ dan waro’ lagi kasyaf zhohir dan bathin, beliau tinggal di daerah Tanjung Atap kabupten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. Beliau sangat masyhur dengan kekeramatannya yang nyata terhadap mereka yang berhadapan langsung dengan beliau, sehingga orang-orang beramai-ramai mendatangi beliau agar mendapatkan berkah. adapun berbagai keramat beliau adalah sebagai berikut:
Pada suatu hari pernah datang beberapa orang tamu, lalu mereka langsung saja masuk ke musholla dan ketika sampai dilihat mereka Kiyai sedang tidak ada lalu mereka bertanya kemana Kiyai Bahri lalu penjaga musholla bilang Kiyai sedang mencangkul disawah. ketika itu juga salah seorang dari tamu tersebut langsung mengambil perahu dan menyusul ketempat Kiyai berladang, ketika sampai orang tersebut mengucap salam dan dibalas Kiyai akan salamnya lalu tamu tersebut mengutarakan bahwa ada tamu yang mau bertemu dengan Kiyai lalu Kiyai menjawab kamu duluan aja entar saya nyusul tapi dilihat oleh tamu tersebut tidak ada perahu buat kiyai pulang nanti tetapi Kiyai masih menyuruh tamu tersebut pulang duluan, maka tamu tersebut pulang duluan. Dan ketika tamu tersebut sampai ke Musholla tiba-tiba Kiyai sudah duduk sambil menulis sebuah wirid, maka terheran tamu yang menyusul Kiyai tadi. didalam hatinya dia berkata: bagaimana Kiyai bisa pulang mendahului saya sedangkan tidak ada perahu buat kiyai pulang dan jalannya pun sama yakni tidak ada jalan pintas buat pulang. Lalu Kiyai memandang wajah tamu tersebut sambil tersenyum.
Pada suatu malam ketika beliau ( kiyai Bahri ) sedang mengajar tiba-tiba lampu padam, lalu salah seorang muridnya hendak menghidupkan jenset buat penerangan tetapi Kiyai malah menyuruhnya tetap duduk dan tidak usah menghidupkan jenset lalu Kiyai berkata: coba kalian sama-sama menghitung dari satu sampai tiga insya Allah lampu akan hidup lagi, lalu mereka sama-sama menghitung dengan hati yang heran 1, 2, 3 maka lampu kembali hidup dan semua orang terheran-heran
Suatu malam ketika jam sudah menunjukan pukul 11.00 WIB. ada salah seorang tamunya hendak pulang kerumahnya tetapi hari sudah larut malam dan tidak ada lagi mobil yang menuju Palembang kalau sudah larut malam, tetapi dia masih ingin pulang lantas ia mengutarakan kepada Kiyai bahwa ia ingin pulang terus Kiyai memperbolehkannya pulang dan menyuruhnya lewat jalan situ sambil menunjukan jalannya tapi Kiyai berpesan kepada tamu tersebut untuk jangan menoleh kekanan dan kekiri serta ngomong ketika jalan.lantas tamu tersebut menuruti perintah Kiyai, lalu dia pun pamit terus pulang. Ketika sampai dirumah dia merasa aneh waktu dia melihat jam baru menunjukan pukul 11.30 WIB padahal jarak antara Kota Palembang dengan Tanjung Atap itu memerlukan waktu 2 jam atau secepatnya 1,5 jam.lalu esok harinya dia ingin melihat tempat yang dilaluinya semalam ternyata tempat tersebut adalah rawa-rawa yang sangat luas. Dia pun merasa takjub dengan keramat Kiyai Bahri bin Pandak
Suatu pagi yakni hari Jum’at terlihat Kiyai sangat sibuk membersihkan Musholla, dan membentangkan permandani yang sangat bagus, lalu seorang murid beliau yang termasuk juga ayahanda ane bertanya ada apa Kiyai membersihkan Musholla dan membentang permadani? Lalu Kiyai menjawab : Akan ada tamu agung yang akan datang. Setelah beberapa lama terlihat seorang yang berkulit hitam seperti orang negro memakai celana jeans berbaju kemeja dan memakai blangkon, lalu orang itu masuk dan duduk dihadapan Kiyai, anehnya mulut ayahanda ane serta murid-murid Kiyai yang lain seperti membisu tidak dapat berkata apa-apa hanya bisa memandang dan mendengar perbincangan Kiyai dengan orang tersebut, selang beberapa lama orang itu pergi lalu Kiyai Bahri bertanya kepada para muridnya tahukah kalian siapa orang yang datang tersebut? Kami tidak tahu Kiyai. Lalu Kiyai menjawab itulah Nabiyallah Khidhir AS beliau datang mau bersilaturahmi. Maka murid-murid Kiyai pun mencari orang tersebut, ternyata orang itu sudah tidak ada lagi.
Karomah Ki Bahri bin Pandak Tg. Atap
Di kalangan warga kota Palembang dan sekitarnya, nama Ki Bahri bin Pandak desa Tanjung Atap cukup dikenal. Teristimewa di lingkungan masyarakat di daerah Pangkalan Lampam, Selapan, Sungai Bungin, Sungsang dan sekitarnya.
Banyak cerita aneh (“karomah”) mengenai Ki. Bahri bin Pandak Tanjung Atap, namun kali ini kami hanya menyajikan cerita dari orang yang langsung mengalaminya bersama Ki Bahri bin Pandak Tg. Atap, di antaranya adalah :
A Rohim Abdullah, warga desa Tanjung Atap, menceritakan bahwa beliau bersama tiga orang lainnya pernah diajak oleh Ki Bahri untuk menebas rumput di pesanteren beliau di seberang desa Tanjung Atap. Kepada mereka berempat Ki Bahri berpesan agar membawa perlengkapan sholat, karena mereka akan bekerja sampai sore. Menjelang tengah hari mereka merasa lelah dan lapar. Melihat hal itu, Ki Bahri lalu memberi mereka masing-masing satu helai daun untuk dimakan. Anehnya, setelah memakan daun tersebut badan mereka menjadi kembali segar, dan rasa laparnya hilang seketika, sehingga mereka kembali dapat melanjutkan pekerjaannya sampai sore hari.
Salah seorang keponakan beliau, menceritakan bahwa pada suatu hari ia menginap di rumah Ki Bahri. Di malam harinya, ia membuka semua laci mesin jahit untuk mencari jarum, karena salah satu kancing bajunya terlepas. Namun ia tidak menemukannya. Laci mesin jahit itu kosong, tidak ada apa-apa di sana. Keesokan harinya, ia dipanggil oleh Ki Bahri, dan diperintahkan untuk membeli semen dalam jumlah yang cukup banyak. Ki Bahri juga berpesan untuk mengambil uangnya di dalam laci mesin jahit yang ia lihat tadi malam. Tentu saja keponakan beliau itu bingung, karena ia tahu persis bahwa laci mesin jahit itu kosong. Ia berusaha menjelaskannya kepada Ki Bahri, tapi beliau terus mendesak untuk memeriksa kembali laci mesin jahit itu. Akhirnya, karena penasaran, keponakan beliau itu kembali memeriksa laci mesin jahit tersebut. Ternyata, keempat lacinya semua penuh berisi uang, lebih dari cukup untuk membeli semen yang diperintahkan Ki. Bahri.
Sampai sekarang masih banyak murid-murid ataupun pencinta beliau (terutama jama’ah Majelis Ta’lim wad Tadzkir Awwabien Darul Muttaqien Palembang, pimpinan alm. KH. Ali Umar Thoyyib) yang berziarah ke makam beliau di desa Tanjung Atap Ogan Ilir.
0 Response to "Ki Bahri bin Pandak Tg. Atap"
Post a Comment